ANALISIS PERILAKU METROSEKSUAL DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS MASKULIN BARU
(Studi Pada Laki-laki Metroseksual di Kota Pangkalpinang)
DOI:
https://doi.org/10.572349/socialogica.v4i1.1793Keywords:
Laki-laki Metroseksual, Kekerasan Simbolik, Identitas MaskulinAbstract
Laki-laki metroseksual adalah pria yang mengacu pada perilaku wanita yang umumnya narsistik, mencintai diri berlebihan dan tergila-gila dengan gaya hidup urban berkualitas metropolitan yang digambarkan sebagai sosok pria muda yang lebih mengedepankan penampilan fisik yang menarik serta memiliki perilaku yang berlebih dalam merawat diri sendiri. Tujuan dari penelitian ini ialah mengidentifikasi serta menganalisis perilaku-perilaku laki-laki metroseksual yang meliputi gaya hidup, interaksi sosial serta motivasi serta persepsi laki-laki metroseksual sebagai maskulinitas baru dan bentuk kekerasan simbolik dalam stereotipe maskulinitas masyarakat patriarki di Kota Pangkalpinang. Teori yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini adalah teori Kekerasan Simbolik yang digagas oleh Pierre Bourdieu yang dikaji beberapa skema skema terjadinya kekerasan simbolik yaitu habitus, ranah, modal, dominasi simbolik, dan bahasa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder. Hasil penelitian menemukan bahwa gaya hidup laki-laki metroseksual di Pangkalpinang di dasari dengan perkembangan zaman dan trem tampil dengan fashionable sesuai dengan situasi, kepedulian terhadap tubuh dilakukan dengan olahraga, gym atau workout dirumah dan merawat tubuh fisiknya menggunakan skincare dan bodycare. Dalam interaksi sosial sehari-hari, laki-laki metroseksual lebih senang berkumpul dengan sesamanya dan cenderung berteman dengan lawan jenis. Motivasi atau faktor yang membuat laki-laki menjadi metroseksual itu dari lingkungan keluarga dan lingkungan pertemanan. Mekanisme kekerasan simbolik pada laki-laki metroseksual adalah pertama habitus yaitu kesamaan pemikiran masyarakat yang telah terkonstruksi bahwa laki-laki metroseksual merupakan bukan sejatinya laki-laki karena memiliki sifat feminime seperti perempuan. Kedua, ranah yaitu kekerasan simbolik lingkungan masyarakat di Pangkalpinang sebagai pemegang kekuasaan yang dominan. Ketiga. Modal yaitu Modal budaya berupa kontruksi maskulin yang melekat pada masyarakat serta modal simbolik yang menegaskan sifat laki-laki maskulin yang harus ada di dalam laki-laki di masyarakat. Keempat, dominasi simbolik dari masyarakat yang menganut budaya patriarki di Kota Pangkalpinang serta kelima, bahasa yang digunakan untuk melakukan kekerasan simbolik secara verbal kepada laki-laki metroseksual sepeti kemayu, homo, banci dan sejenisnya. Kekerasan simbolik ini tidak membuat laki-laki metroseksual menghentikan gaya hidupnya dengan harapan masyarakat menerima mereka sama seperti laki-laki pada umumnya dan menunjukan bahwa maskulinitas itu tidak kaku dan kuno tetapi metroseksual menjadi indentitas maskulin baru di masyarakat.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Rino Al Zaidi, Aimie Sulaiman, Waldimer Pasaribu
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.